TEMA NATAL:
“Terang yang sesungguhnya sedang datang ke dalam dunia”
(bdk. Yoh. 1:9)
Saudara-saudari yang terkasih,
segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada,
Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.
1. Pada saat ini kita semua sedang berada di dalam suasana merayakan kedatangan Dia, yang mengatakan: “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup” (Yoh. 8:12). Dalam merenungkan peristiwa ini, rasul Yohanes dengan tepat mengungkapkan: “Terang yang sesungguhnya itu sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya” (Lih. Yoh.1:9-11). Suasana yang sama juga meliputi perayaan Natal kita yang terjalin dan dikemas untuk merenungkan harapan itu dengan tema:“Terang yang sesungguhnya sedang datang ke dalam dunia”.
2. Saudara-saudari terkasih,
Kita bersyukur boleh hidup dalam suatu negara yang secara konsti-tusional menjamin kebebasan beragama. Namun akhir-akhir ini gejala-gejala kekerasan atas nama agama semakin tampak dan mengancam kerukunan hidup beragama dalam masyarakat. Hal ini mencemaskan pihak-pihak yang mengalami perlakuan yang tidak wajar dalam masyarakat kita. Kita semakin merasa risau akan perkembangan “peradaban” yang mengarus-utamakan jumlah penganut agama; “peradaban” yang memenangkan mereka yang bersuara keras berhadapan dengan mereka yang tidak memiliki kesempatan bersuara; “peradaban” yang memenangkan mereka yang hidup mapan atas mereka yang terpinggirkan. Peradaban yang sedemikian itu pada gilirannya akan menimbulkan perselisihan, kebencian dan balas-dendam: suatu peradaban yang membuahkan budaya kematian daripada budaya cinta yang menghidupkan.
Keadaan yang juga mencemaskan kita adalah kehadiran para penanggungjawab publik yang tidak sepenuhnya memperjuang-kan kepentingan rakyat kebanyakan. Para penanggungjawab publik memperlihatkan kinerja dan moralitas yang cenderung merugikan kesejahteraan bersama. Sorotan media massa terhadap kinerja penanggungjawab publik yang kurang peka terhadap kepentingan masyarakat, khususnya yang terungkap dengan praktik korupsi dan mafia hukum hampir di segala segi kehidupan berbangsa, sungguh-sungguh memilukan dan sangat memprihatinkan, karena itu adalah kejahatan sosial.
Sementara itu, keadaan masyarakat yang semakin jauh dari sejahtera, termasuk sulitnya lapangan kerja, semakin memperparah kemiskinan di daerah pedesaan dan perkotaan. Keadaan ini diperberat lagi oleh musibah dan bencana yang sering terjadi, baik karena faktor murni alami maupun karena dampak campur-tangan kesalahan manusiawi, terutama dalam penanganan dan penanggulangannya. Sisi-sisi gelap dalam peradaban masyarakat kita dewasa ini membuat kita semakin membutuhkan Terang yang sesungguhnya itu.
Terang yang sesungguhnya, yaitu Yesus Kristus yang menjelma menjadi manusia, sudah datang ke dalam dunia. Walaupun banyak orang menolak Terang itu, namun Terang yang sesung-guhnya ini membawa pengharapan sejati bagi umat manusia. Di tengah kegelapan, Terang itu menumbuhkan pengharapan bagi mereka yang menjadi korban ketidak-adilan. Bahkan di tengah bencana pun muncul kepedulian yang justru melampaui batas-batas suku, agama, status sosial dan kelompok apa pun. Terang itu membawa Roh yang memerdekakan kita dari pelbagai kegelapan, sebagaimana dikatakan oleh Penginjil Lukas: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampai-kan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk. 4:18-19).
Natal adalah tindakan nyata Allah untuk mempersatukan kembali di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya (Lih. Ef. 1:10). Semua yang dilihat-Nya baik adanya itu (Lih. Kej. 1:10), yang telah dirusakkan dan diceraiberaikan oleh kejahatan manusia, menemukan dirinya di dalam Terang itu. Oleh karena itu, dengan menyambut dan merayakan Natal sebaik-baiknya, kita menerima kembali, ─ dan demikian juga menyatukan diri kita dengan ─ karya penyelamatan Allah yang baik bagi semua orang.
Di dalam merayakan Natal sekarang ini, kita semua kembali diingatkan, bahwa Terang sejati itu sedang datang dan sungguh-sungguh ada di dalam kehidupan kita. Terang itu, Yesus Kristus, berkarya dan membuka wawasan baru bagi kesejahteraan umat manusia serta keutuhan ciptaan. Inilah semangat yang selayaknya menjiwai kita sendiri serta suasana di mana kita sekarang sedang menjalani pergumulan hidup ini.
3. Saudara-saudari terkasih,
Peristiwa Natal membangkitkan harapan dalam hidup dan sekaligus memanggil kita untuk tetap mengupayakan kesejahteraan semua orang. Kita juga dipanggil dan diutus untuk menjadi terang yang membawa pengharapan, dan terus bersama-sama mencari serta menemukan cara-cara yang efektif dan manusiawi untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama.
* Bersama Rasul Paulus, kami mengajak seluruh umat kristiani di tanah air tercinta ini: “Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan” (Rm. 12:21), karena dengan membalas kejahatan dengan kejahatan, kita sendirilah yang dikalahkannya.
* Selanjutnya kita wajib ikut-serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur, bahkan melalui usaha-usaha kecil tetapi konkret seperti menjalin hubungan baik dengan sesama warga masyarakat demi kesejahteraan bersama. Kita turut menjaga dan memelihara serta melestarikan lingkungan alam ciptaan, antara lain dengan menanam pohon dan mengelola pertanian selaras alam, dengan tidak membuang sampah secara sembarangan; mempergunakan air dan listrik seperlunya, mempergunakan alat-alat rumahtangga yang ramah lingkungan.
* Dalam situasi bencana seperti sekarang ini kita melibatkan diri secara proaktif dalam pelbagai gerakan solidaritas dan kepedulian sosial bagi para korban, baik yang diprakarsai gereja, masyarakat maupun pemerintah.
* Marilah kita memantapkan penghayatan keberimanan kristiani kita, terutama secara batiniah, sambil menghindarkan praktik-praktik ibadat keagamaan kita secara lahiriah, semu dan dangkal. Hidup beragama yang sejati bukan hanya praktik-praktik lahiriah yang ditetapkan oleh lembaga keagamaan, melainkan berpangkal pada hubungan yang erat dan mesra dengan Allah secara pribadi.
Akhirnya, marilah kita menyambut dan merayakan kedatangan-Nya dalam kesederhanaan dan kesahajaan penyembah-penyembah-Nya yang pertama, yakni para gembala di padang Efrata, tanpa jatuh ke dalam perayaan gegap-gempita yang lahiriah saja. Marilah kita percaya kepada Terang itu yang sudah bermukim di antara kita, supaya kita menjadi anak-anak Terang (Yoh.12:36). Dengan demikian perayaan Natal menjadi kesempatan mulia bagi kita untuk membangkitkan dan menggerakkan peradaban kasih sebagai tanda penerimaan akan Terang itu dalam lingkungan kita masing-masing. Dengan pemikiran serta ungkapan hati itu, kami mengucapkan:
SELAMAT NATAL 2010 DAN TAHUN BARU 2011
Jakarta, 12 November 2010
Atas Nama
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (PGI)&KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KWI)
Pesan Natal 2010
Eksorsisme, Pengalaman yang Tak Terlupakan
Para siswa Ursulin yg terkasih, di sini saya sengaja menampilkan kisah dari Romo Santo tentang Eksorsisme, Pengalaman yang tak terlupakan agar para siswa semakin kuat dalam hidup doa. Saat ini pengaruh setan lewat hidup modern sangat kuat. Maka mari kita senantiasa siap sedia dan tetap kuat dalam iman untuk menghadapinya. Selamat membaca kisah nyata ini. Tuhan memberkati.
Pengantar:
Terima kasih, Romo Santo. Alangkah luar biasa kesaksian Romo ini, dan kami bersyukur Romo mau membagikannya kepada kami semua. Kesaksian Romo semakin menguatkan iman kita, bahwa Tuhan hadir di dalam Gereja-Nya terutama di dalam Sakramen Maha Kudus. Secara khusus, Kristus menyertai para imam-Nya, dan sakramen Imamat yang diberikan kepada mereka merupakan rahmat tak ternilai yang diberikan kepada semua orang percaya. Sebab melalui para imamNya, Tuhan menjaga dan melindungi GerejaNya. Pengalaman Romo Santo ini menjadi bukti akan sabda Tuhan kepada para murid-Nya, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di surge. (Mat 18:18)….”Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu sampai kepada akhir jaman.” (Mat 28:20). Sungguh ada kuasa dalam nama Yesus, yang mematahkan segala ikatan kuasa jahat. Sebab “dalam nama Yesus, bertekuk lutut segala yang ada di langit dan di bumi, dan segala lidah mengaku “Yesus Kristus adalah Tuhan” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:11) Terpujilah Allah Bapa dan Putera Raja semesta alam, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, bersama semua para malaikat dan para orang kudus-Nya. Biarlah kekuatan surga dan kerajaan Allah semakin meraja di seluruh bumi!
Pengalaman tak terlupakan
Saudara-Saudari terkasih, dan para imam yang terhormat. Rasa hati saya masih menggelegak, bergetar, tremendum-fascinoscum oleh pengalaman pertama saya melakukan eksorsisme. Pertama-tema saya mengucapkan terima kasih kepada Bruder Yohanes FC yang telah pernah memposting teks resmi mengenai doa exorcism dari Vatikan ke milist komunikasi KAS. Saya sempat membacanya sambil lalu waktu itu, namun puji Tuhan, saya dapat ingat akan apa yang tertulis di postingan bruder ketika harus menghadapinya sendiri. Melalui pengalaman saya melakukan eksorsisme, sayapun semakin bersyukur atas rahmat Sakramen Imamat kepada Gereja, yang ternyata memang menjadi sasaran tembak utama setan namun sekaligus juga alasan ketakutan setan.
Panggilan menjelang tengah malam
Kisahnya demikian: Pada hari Sabtu, tanggal 27 November 2010, saya mendampingi rekoleksi OMK (Orang Muda Katolik) Stasi Tambun paroki Bekasi di Cipanas. Dewan Stasi dan Paroki turut mendampingi. Acara berlangsung dengan baik dan inspiratif sampai malam hari. Setelah acara api unggun, semua peserta dan penyelenggara bersiap untuk tidur. Sayapun masuk ke kamar saya. Baru saja saya jatuh tertidur, pintu kamar saya diketuk. Saudari Marta dan Anton serta beberapa orang yang lain memberitahu saya, bahwa di Cibulan di daerah bawah Cisarua, ada sekelompok Mahasiswa KAJ dekenat Timur yang sedang rekoleksi, dan mereka membutuhkan bantuan imam untuk menghadapi empat orang mahasiswi yang sedang kesurupan. Satu orang di antara mereka bahkan telah menghilang dan tidak ada di villa. Romo pendamping yakni Rm. Hari Sulistyo sudah pulang dan tidak akan kembali lagi ke sana.
Saya terhenyak. Pikiran saya langsung bekerja: jarak antara Cipanas hingga Cibulan adalah sekitar 15 Km. Cukup jauh. Menjelang pukul sebelas malam begini pula…. Namun hati saya tergerak untuk menolong. Akhirnya saya memutuskan untuk berangkat ke sana disertai oleh Martha dan Anton. Sambil mengemudikan mobil, saya mengingat kembali postingan bruder Yohanes dalam milist, apakah ciri-ciri orang kerasukan setan dan perbedaannya dengan orang yang mengalami stress berat/depresi. Lalu saya berpikir, ah, jangan-jangan mereka hanya depresi saja. Biasanya perempuanlah yang suka kesurupan, dan benar juga, perempuanlah yang dikatakan kesurupan malam ini. Jujur saja, sebenarnya saya termasuk golongan orang yang skeptis dalam urusan semacam ini. Maksud saya datang hanyalah sekedar menenangkan anak-anak itu saja. Kehadiran pastoral sajalah, demikian pikir saya. Namun demikian, saya tetap mencoba mengingat- ingat kembali teks itu. Kebetulan handphone BB saya hang setelah tersiram air teh di gerbong kereta api saat saya kembali dari Jogja ke Jakarta hari Jumat dinihari kemarin. Karena itu, saya tidak dapat membuka kembali teks dari milist itu. Saat itu saya tak punya pilihan lain, selain berusaha mengingat- ingat sendiri saja, sambil berbincang-bincang dengan Anton dan Martha.
Villa tua, tempat si jahat beraksi
Sesampainya kami di villa tua itu, terlihat para “pasien” sudah terlentang dan tengkurap tidur. Mereka dipisahkan di tiga tempat. ’Pasien’ yang hilang sudah ditemukan. Menurut berita, ia kini berada di kamar atas. Dari keempat anak itu, ada satu orang yang kata mereka paling kuat. Karena villa itu tidak dikelola Gereja dan bukan tempat khusus retret, maka reaksi spontan orang sekitar villa adalah memanggil Pak Kiyai/dukun setempat. Mbah dukun itu sudah dipanggil sejak pukul tujuh malam tadi dan gagal, lalu pulang. Kata mbah dukun, jenis ini bukan yang dia ketahui. Mereka memanggil pula pak Pendeta Protestan dari gereja terdekat. Namun kata mereka, Pak pendeta juga menyatakan tak sanggup pula, lalu pulang. Terlihat para mahasiswa masih menggenggam rosario dan berdoa bersama. Ada salib besi tergeletak di sofa. Pasien terparah itu adalah seorang perempuan berperawakan kecil saja. Ia tergolek tengkurap di sofa, ditunggui oleh teman-temannya. ”Ia sudah tidur”, demikian kata mereka. Karena kondisi sudah tenang, saya spontan memutuskan: ”Ya sudah saya kembali saja, kan anaknya sudah tidur… ” Tetapi beberapa mahasiswa meminta saya melihat dulu kondisi gadis yang terparah itu. Kata mereka, tadi dia kuat sekali. Delapan orang mahasiswa lelaki yang kuat pun dia hempaskan. Rosario yang mereka kalungkan di lehernya ia putuskan, dan ia lemparkan ke halaman. Anehnya, rosario itu kemudian mereka temukan berada di WC villa. Salib besi itu juga telah ia ludahi. Kata mereka, suaranya pun berubah seperti bukan suara gadis itu. Hhmm… Masih dengan agak skeptis, saya mendekatinya.
Kuncinya: jangan berkompromi dengan setan
Terlihat badan gadis itu tengkurap, mata terpejam separuh. Dari situ terlihat manik matanya…. melihat ke arah mata saya… Aneh… Saya agak tersinggung. Lha kok dia melirik ke saya terus. Kepalan tangannya menggenggam erat. Saya duduk di sofa yang sama, dekat punggungnya. Ia mengais punggung bawah sambil keluar bunyi desis dari mulutnya, sampai bajunya terlihat sobek sedikit. Desisnya berbunyi ”panasss” …..Lalu, saya nekad… Saya pegang tangannya. Ia memberontak. Saya buka genggaman tangannya, dia melawan dengan sebaliknya. Posisinya masih menelungkup. Saya ingat postingan teks dari bruder Yohanes. Ciri kerasukan setan yang membedakannya dari depresi antara lain adalah, jika disebut nama Malaikat Agung Santo Mikael, atau nama Para Kudus, juga Bunda Maria dan Tuhan Yesus Kristus, maka ia tentu akan bereaksi dengan keras. Agak skeptis, namun tetap dengan memegang erat jari-jari kaku yang mencekam dari anak itu, saya katakan dengan suara wajar namun jelas terdengar, ”Keluarlah dari badan anak ini! Dalam nama Yesus Kristus Tuhanmu, serta Malaikat Agung Santo Mikael yang kepadanya kamu membangkang, keluarlah”.
Namun reaksi anak itu begitu mengejutkan kami semua, termasuk saya sendiri. Dengan gerakan cepat dan tak terpahami dari sudut mekanika badan manusia, ia berkelit langsung menatap wajahku, face to face, eyes to eyes….Ia mendesis menatap lurus ke mata saya, matanya penuh kebencian… Lalu dia berkata: ”Jangan sebut nama itu! Itu musuh kami!”. Dia bertanya : ”Apakah kamu takut, Bapa?” Saya menjawab, ”Kamulah yang takut!” Kemudian, dengan tatapannya yang tajam dia bertanya, ”Mengapa Bapa mengusir saya? Saya juga anak Tuhan. Kalau tidak, tentu saya tidak ada!” Segera kujawab, ”Kamu anak Tuhan yang tidak taat, sombong. Mengapa kamu memasuki anak ini?” Namun setan itu menjawab enteng saja, ”Tempat ini nyaman. Saya mau pergi asalkan anak ini kubawa. Saya telah menambah penyakit pada dirinya, meremas alat cernanya, dan membunuhnya. Itu salah Bapa kalau Bapa memaksakan kehendak”. Saya tidak mau diajak tawar menawar dengan setan. Maka saya menjawab: ”Tidak ada kompromi. Kamu tidak bisa membunuh anak ini dan tidak akan mampu membawa nyawanya”. Setan inipun menantang saya dengan mengatakan bahwa ia tidak takut pada imamNya, tidak takut pada Sakramen dan tidak takut pada Yesus, karena dia juga mengaku sebagai anakNya.
Pergumulan dari tengah malam sampai dini hari
Maka sejak pukul 23.45 hingga memasuki hari Minggu dini hari, saya dan para mahasiswa Katolik di sana bergumul untuk mengusir setan dari anak itu. Ia yang kesurupan itupun berubah dari waktu ke waktu. Kadang-kadang suaranya berubah menjadi lembut bak wanita cantik, namun kemudian menjadi ganas. Kadang ia tertawa ngikik, kadang menantang, kadang merunduk sok kalah. Kadangkala ia merajuk minta dikasihani. Anak itu muntah-muntah berkali-kali. Kadang setan melepaskan anak itu, lalu masuk lagi. Ketika anak itu dilepas, si anak mengeluh, ”Romo, saya tak kuat, badan saya dan usus serta lambung sakit semua. Saya mau mati saja, dan takut”. Kami menguatkan agar ia berani melawan. Ternyata si anak ini juga diberitahu oleh setan bahwa Romo akan dibunuhnya jika anak itu tidak taat padanya. Maka si anak merasa lemah, karena tak mau Romo diapa-apakan oleh setan.
Namun, yang paling mengejutkan ialah, walaupun setan itu dapat keluar meninggalkan anak itu tetapi selang beberapa menit, namun kemudian setan kembali memasuki anak itu dengan jumlah yang makin banyak. ”Kami ini Legion”, katanya jelas sekali. Ia fasih berbahasa Inggris dan Jawa. Hal ini terjadi ketika saya mengajak dia berdialog dalam bahasa Inggris dan Jawa, sekedar mengetes apakah itu benar-benar setan ataukah hanya ’acting’ anak itu. Saya tetap mengingat teks postingan bruder di milist itu, dan makin yakin akan kebenaran isinya. Saya katakan padanya, ”Kekuatanmu hanya seperempat. Masih ada Malaikat Agung Santo Mikael, serta Gabriel dan Rafael.” Mendengar ini, ia mundur dan melepaskan anak itu. Tiba-tiba ia masuk lagi dan berkata, ”You are stupid, Father”, lalu menghantam saya. Suatu saat ia terjatuh tepat di salib, dan kontan ia menjerit kepanasan. Maka para mahasiswa menempelkan salib-salib mereka. Ia berteriak kepanasan dan tersiksa. Begitulah, si setan itu pergi lagi. Namun dengan cepat ia kembali lagi, dengan membawa lebih banyak lagi setan bersamanya. Ia mau menguras kekuatan saya. ”Sampai kapan Bapa bisa bertahan? Akan kukuras tenagamu, Bapa!”. Saya menjawab sambil teringat Mzm 121:2, ”Kekuatanku datang dari Allah, yang menjadikan langit dan bumi”. Kami bertempur lagi. Si setan menjerit-jerit, dan kemudian ia lari lagi… Lalu saya mendengar berita bahwa ketiga mahasiswi lain sudah dilepaskan. Semua setan kemudian berpindah merasuki mahasiswi yang satu ini.
”Aku, Lucifer”
Ketika masuk lagi yang terakhir kali ke dalam anak itu, dia memeluk saya. Dengan seolah suara si mahasiswi, dia mengendus tengkuk saya sambil berbisik, ”Aku Lucifer”. Saya merinding. Terasa bulu kuduk saya berdiri dan ketakutan mendera. ”Kamu takut, Romo?” katanya dengan lembut di telinga saya. ”Aku akan mengincarmu terus sampai kapanpun”. Tiba- tiba bangkitlah keberanian saya. Saya berteriak kepada para mahasiswa: ”Kita mendapat kehormatan, sampai Lucifer sendiri, si penghulu Setan, datang!” Para mahasiswa terbawa emosi, mereka berdoa makin keras. Ada pula yang berteriak, ”Hancurkan saja… Sikat dia, Romo!”. Setan itu berkata, ”Paus Yohanes Paulus II memarahiku”. Kujawab, ”Tak hanya Paus Yohanes Paulus II, semua paus dan uskup, dan imam memarahimu, bahkan Tuhanmu Yesus dan Malaikat Agung Mikael atasan langsungmu! Taatlah kepadaNya!” ”Sayalah tuhan”, jawabnya sinis. Saya membanting dia, dan kami berpegangan tangan sambil saling melawan. Saya mulai berkeringat dan tenaga saya terkuras, tetapi tetap saja saya melawannya. Saya mengatakan, ”Kamulah yang ketakutan, melihat kami semua dan Tuhanmu! Lepaskan badan anak ini, karena dia sudah menerima Sakramen Ekaristi! ” Lucifer menjawab: ”Aih, itu hanya roti biasa! Dan kalian imam-imam semua bodoh!” Mendengar perkataannya, saya marah sekali. ”Kamu sudah melawan kuasa imamat rajawi Tuhan Yesus Kristus! Kamu mau melawan imamatNya?” Lalu ia menjawab dengan nada meremehkan, ”Aku tak takut, Romo, pada imamatmu!”
Ke kapel Lembah Karmel kami membawanya
Ketika Lucifer menantang imamat saya, saya marah. Saya minta tas saya kepada para mahasiswa. Saya melepaskan dia dulu untuk mengambil peralatan aspergil dan stola serta minyak suci, sementara dia ditahan oleh para mahasiswa yang ”menimbunnya”: dengan doa-doa Salam Maria, Bapa Kami, Aku Percaya, serta menindihnya dengan tubuh-tubuh kuat mereka. Ketika saya datang lagi, saya percikkan dia dengan air suci. Ia menjerit kepanasan, dan lari. Saat itu, saya berpikir, ini sudah dini hari, semua akan kacau jika tak diakhiri. Oleh karena itu, saya memerintahkan agar tubuh mahasiswi ini digotong dan dievakuasi. Mereka menggotongnya masuk ke mobil saya, lalu saya tancap gas dengan tujuan ke Lembah Karmel. Saya menelpon Mbak Sari dan Suster Lisa P Karm. Mbak Sari dengan sigap telah meminta Satpam membuka gerbang dan pintu kapel.
Si mahasiswi dipegangi oleh Martha, Anton dan Asrul. Ia berteriak, ”Cepat Romo, cepat… dia mengejar…” katanya panik. Kami tetap berdoa Aku Percaya, Bapa Kami, dan Salam Maria. Tiba-tiba suara mahasiswi berubah lagi, ”Haaa. Mau dibawa ke mana anak ini, Bapa? Aku telah menambah lagi penyakitnya. Aku meremas jerohannya… Anak ini hanya sampai dini hari ini, Bapa. Bapalah yang harus tanggungjawab atas kematiannya!” Kemudian, anak itu muntah-muntah di mobil. Anton, Asrul dan Marta tetap berdoa dengan memeganginya yang berontak ke sana kemari. Saya mengatakan kepada Setan itu, ”Kamulah yang harus bertanggungjawab. Jangan memutarbalik fakta, dasar setan! Kamu telah melecehkan Sakramen Mahakudus. Kamu akan kubawa ke hadapan Yesus, supaya tahu rasa kamu nanti. Mau lepaskan dia sekarang, atau nanti kamu makin sengsara di hadapan Raja Semesta Alam!” Lalu dia mulai merayu lagi, ”Sia-sia semua ini Bapa… Bapa besok banyak acara kan? Ditunggu banyak umat.. sudahlah Bapa kembali saja istirahat”. Saya jawab: “Acara satu-satunya imam Tuhan ialah mengenyahkan kamu ke neraka!” Di situlah selama perjalanan ia menawari saya apapun akan diberikan asalkan saya tunduk pada keinginannya. Namun, saya tak mau berkompromi. Saya katakan dengan tegas bahwa dia yang harus tunduk pada Kristus! Mendengar ini ia berkata, ”Sayalah tuhan, I am the Lord”. Saya tertawakan dia. Lalu ia mengancam akan menggulingkan mobil. Saya menjawab, ”Ini mobil para uskup Indonesia. Tak bakalan kau berhasil menggulingkannya!” Saya mengingatkannya akan Santo Yohanes Maria Vianney yang dia bakar tempat tidurnya gara-gara tak mampu mengalahkan imam kudus itu. Di hatiku aku berharap, Santo Yohanes Maria Vianney, kumohon agar engkau mendoakan aku untuk mengalahkan Setan ini…
Lalu si Setan lalu merajuk lagi, ”Ah kenapa tenagaku melemah, tak sekuat tadi”. Anak-anak mahasiswa ikut menjawab, ”Rasain lu.” Dia mendamprat : ”Apa lo, bocah kemarin sore!” Saya menjawabnya, ”Mereka bukan bocah kemarin sore. Mereka anak-anak Tuhan semesta alam”. Sepanjang jalan kami berdebat dengan bahasa Inggris, Jawa, dan Indonesia. Mobil bagaikan terbang… dalam setengah jam kami mendekati Lembah Karmel, dan semakin mendekati Sakramen Mahakudus. Lagi- lagi, Setan itu mulai menendang dan berontak. Kukatakan padanya, ”No place for evil, you know!” Kutantang dia, ”Kenapa kau kuasai anak ini. Apa salahnya?” Dia menjawab, “Bukan salah anak ini, tetapi ayahnya”. Kujawab: “Ya, aku tahu, berarti ayahnya mengikat perjanjian kegelapan denganmu. Nanti acara kita di rumah Tuhan hanya satu, ialah memutus perjanjian leluhur anak ini dengan Lucifer keparat ini!” Kemudian dia mengikik mirip nenek Lampir dalam film Misteri Gunung Merapi, atau mirip kuntilanak. Dia katakan: “Bukan, bukan begitu imam bodoh. Kamu memang imam munafik dan pendosa!” Aku menjawab, “Aku memang pendosa, namun tidak memberontak kepada Tuhan seperti kamu!”. Dia menjawab lagi, “Ayahnyalah yang mempersembahkan diri kepadaku, Bodooh!” Kupancing dia, “Jadi, ayahnya mengikat perjanjian denganmu bukan?” Dia jawab: “Bukan, bodoh! Kamu keliru, imam bodoh. Ayahnya mempersembahkan diri kepada Kristus. Leluhurnyalah yang mempersembahkan diri kepadaku”. Dia tertawa ngekek lagi. Saya juga, mentertawakan kekeliruan saya. Jadinya kami terkekeh bersama. Namun dengan tegas kukatakan: “Kamu setan bodoh. Gampang dipancing ya hahaha… Maka acara kita satu-satunya di depan Sakramen Mahakudus nanti hanyalah memutuskan perjanjian itu dan kamu akan mengalami sengsara kekal. Go to hell! Kalau kamu ingin bahagia, ajaklah anak buahmu dan dirimu sendiri bertobat, kembali menyembah Allah yang benar! Jangan iri lagi karena Putra-Allah menjadi Manusia”… Mendengar perkataan ini, dia meradang, ”I hate you.. I hate all priests of Christ…!!!” Namun, setelah mendengar betapa ia membenci para imam, saya merasa mendapatkan kekuatan dan keharuan. Sebab itu artinya kami berada di pihak yang benar, sehingga kerenanya, Setan membenci kami. Saya membayangkan jajaran imam Tuhan dan uskup yang berada di pihak saya. Sungguh itu menguatkan batin saya.
Setan kalah di hadapan Kristus dalam Sakramen Mahakudus
Sementara itu pohon-pohon bambu Lembah Karmel sudah mulai tampak… Si Setan berteriak lagi, ”Rumah jelek! Mosok Tuhan mau tinggal di rumah jelek! Akulah tuhan.” Aku menjawabnya, ”Itulah bedanya Kristus dengamu, Jelek! Dia mau merendahkan diri, sedangkan kamu malah menyombongkan diri! Rasakan akibatnya, kebencian abadi bersamamu sajalah!’ Lalu kudengar ia merajuk lagi, ”Romo, ini saya, saya sudah sadar… saya mau pulang ke Bekasi, ke Jatibening, ini mau dibawa ke mana?” Tak terpengaruh atas rajukannya, saya menjawab, ”Sadar gundulmu kuwi! Kami mau membawamu ke hadapan Sakramen Mahakudus, Raja Semesta Alam yang penuh kuasa. Hanya kepadaNya semua lidah mengaku dan segala lutut bertelut, termasuk kamu!”
Pak Satpam membuka gerbang. Ia mengawal kami sampai ke samping kapel kecil (yang sebenarnya besar sekali). Mobil berhenti di jalan menanjak di samping kapel, di depan wisma St. Antonius. Tubuh mahasiswi itu kami bopong keluar mobil. Aneh sekali, badan yang kecil itu mempunyai bobotnya berlipat-lipat. Dia tertawa ngikik. Mengerikan sekali. Melihat pak Satpam yang tinggi besar, dia berkata seolah suara mahasiswi itu : ”Wah, ini dia bapakku”. Tapi segera dia mendesis-desis dan mengikik ketika kami bopong ke kapel, ” Kalian tak kan berhasil… tak kan berhasil kikikiiiiikkk….” Tubuh kecil namun berbobot itu kami baringkan di depan panti imam, di bawah altar, di lantai sebelum trap pertama. Jika dilihat dari ruang umat, kepalanya kami letakkan di sebelah kiri. Anton, Asrul dan Martha memegangi tangan dan kakinya. Saya minta dipinjamkan korek api dari pak Satpam untuk menyalakan lilin di kanan kiri tabernakel. Pak Satpam menyalakan lampu di patung Bunda Maria. Suasana temaram, dan dingin dini hari menggigit. Pukul 03.45. Saya berlutut di hadapan tabernakel. Saya memohon kekuatan dari Tuhan sendiri. Lalu saya turun, berlutut lagi di trap di sisi kiri si mahasiswi. Saya mengajak anak-anak mahasiswa itu berdoa. Saya berdoa: ”Tuhan Yesus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus, dengan rendah hati kami bawa ke hadapanmu tubuh anakMu yang sedang dirasuki si Jahat. Kami tidak sanggup mengusirnya dengan kekuatan kami sendiri. Bertindaklah Tuhan atas dia, utuslah malaikat agungMu dan balatentara sorgawi membebaskan dia. Amin”. Lalu saya menghadapi tubuh mahasiswi itu dari trap, membelakangi altar dan Sakramen Mahakudus. Dengan duduk karena lelah, saya angkat tangan kanan saya di atasnya dan membuat gerakan tanda salib berkat dengan berkata (saya heran mengapa saya bisa mengatakan ini): ”Atas kuasa imamat rajawi yang diberikan Tuhan Yesus Kristus kepada GerejaNya dan kepadaku, aku melepaskan ikatan perjanjian kegelapan antara kamu dengan leluhur anak ini. Dalam Nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus, Amin.”
Tubuh anak yang berbaring itu tiba-tiba terjungkit, duduk, melengos ke depan, menatap tajam ke Asrul yang memegangi kakinya, lalu menoleh menatap tajam ke kiri menatap langsung ke mata saya….. Sedetik kemudian terkulailah tubuh si mahasiswi ini… Si jahat sudah keluar dari tubuhnya. Si mahasiswi ini lalu merintih : ”Romo, itu Tuhan Yesus… ooo Tuhan”, tangan kiri dan tangannya nya menggapai ke arah altar. Tapi kami bawa keluar dengan dituntun. Tapi ia melihat ke atas, ”Ooo… malaikat banyak sekali… oooh.. Romo, lihat?.. Ooo… Dia yang terjelek, hitam, telah diborgol… dimasukkan ke dalam kereta… Ooo Malaikat Agung Santo Mikael… ooh.. Sampai di pintu utama, anak itu minta kembali ke dalam, ”Romo, teman-teman, saya harus kembali… Itu Tuhan…” Dia kutuntun, dan dengan tangannya ia menggapai ke arah Tabernakel…” Sampai di panti imam, di samping kanan altar ia mencium patung kaki Kristus… Lalu menuju tabernakel, ia memeluk tabernakel itu erat-erat. ”Tuhan Yesus terima kasih.. Syukur kepadamu.. ” lalu ia menangis di situ beberapa saat. Setelah selesai, ia ke altar Bunda Maria, ia memeluk kaki patung Bunda Maria dan menangis: “Bunda, terima kasih atas doamu. Aku tak akan meninggalkan engkau dan putramu”…
Iman lebih kuat daripada segala yang jahat
Pak Satpam menyerahkan kunci wisma Antonius. Anak itu mulai mengeluh lapar dan haus. Pak Satpam menggendongnya. Kini ia tidak berat lagi. Dia membersihkan diri di wisma, sementara teman-teman yang lain membelikan makanan dan minuman di warung yang memang agak jauh, karena dapur rumah retret belum buka. Hari masih pukul 04.30 pagi. Setelah makan minum, anak itu bercerita kepada kami tentang kejadian semalam. Bahwa setelah makan malam, ia masuk kamar di villa, dan melihat dua orang manusia bertanduk. Ia takut, lalu menceritakan hal ini kepada temannya. Kedua makhluk itu marah karena diceritakan keberaadaannya kepada orang lain. Mereka mengancam akan merasuki semua peserta Rekoleksi KMK KAJ itu. Si mahasiswi menawar, karena ketakutan serta kasihan kalau semua peserta kesurupan, maka spontan dia mempersilakan mahluk itu merasuki dirinya saja. Ketika di depan altar itulah, sebenarnya dia hampir saja mengikuti kehendak Lucifer untuk mengikutinya. Pasalnya, Lucifer mengancam, jika ia tidak mau ikut, maka imam itulah yang akan dibunuhnya. Karena kasihan pada Romo, ia akan ikut saja. Tetapi melesat ada malaikat yang membisikinya, ”Romo itu baik-baik saja, maka lawanlah Lucifer, sementara kami akan menariknya keluar dari tubuhmu.” Maka ia berani melawan, dan Lucifer ditarik oleh balatentara malaikat, diborgol lalu dimasukkan ke dalam kereta yang melesat membuangnya ke neraka. Setelah itu tinggal Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang memeluk dan mendukungnya. Begitulah kesaksiannya. Namun bagi saya, ini juga adalah suatu kejadian iman melawan kuasa jahat di awal masa Adven 2010, tepat di Minggu pertama.
Sampai Minggu sore tak habis-habisnya saya, Asrul, Anton, Martha membicarakan hal ini. Juga teman-teman peserta rekoleksi KMK-KAJ Dekenat Timur dan OMK Wilayah Mikael Malaikat Agung dan St. Andreas. Semua membuahkan satu kenyataan: bahwa iman lebih kuat daripada kebencian, apalagi setan. Saya sendiri merasa dikuatkan dalam iman dan imamat saya, dan disadarkan akan kelemahan diri serta pertobatan. Saya makin yakin dan percaya bahwa alam maut tak akan menguasai Gereja sampai kapanpun sesuai dengan janji Tuhan. ”Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” (Mat 16:18). Sungguh, kuasa Allah mengatasi segalanya. Berbahagialah semua orang yang percaya yang bersandar kepada-Nya dan mengandalkan Dia.
”Tuhan Yesus, hamba-Mu bersyukur atas pengalaman yang tak terlupakan ini. Aku semakin teguh mengimani kehadiran-Mu di dalam sakramen- sakramen-Mu. Syukur tak terkira untuk kuasa-Mu di dalam Sakramen Maha Kudus dan Imamat yang Engkau karuniakan kepadaku. Segala hormat, pujian dan syukur, kusampaikan kepada-Mu, Ya Tuhan Raja semesta alam. Amin.”
Terima kasih kepada semua yang telah membaca kisah sharing ini. Semoga kesaksian ini berguna bagi iman, harapan, dan kasih para pembaca, kepada Allah pencipta langit dan bumi.
Salam saya,
Yohanes Dwi Harsanto Pr.
BULAN KITAB SUCI
SELAYANG PANDANG BKSN 2010
Bulan September adalah bulan yang dikhususkan oleh Gereja Katolik sebagai Bulan Kitab Suci Nasional. Pada bulan ini, Pimpinan Gereja menganjurkan umat Katolik agar menjadi lebih akrab dengan Kitab Suci dengan berbagai cara, sehingga dengan demikian umat semakin tangguh dan mendalam imannya dalam menghadapi kerumitan dan kesulitan hidup dewasa ini. Sejak kapan tradisi Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) ini berawal? Apa gunanya Bulan Kitab Suci?
Sejarah Singkat
Latar belakang diadakannya BKSN berawal dari Konsili Vatikan II (KV II). Dalam salah satu dokumennya yang berbicara mengenai Kitab Suci, yaitu Dei Verbum, para bapa Konsili menganjurkan agar jalan masuk menuju Kitab Suci dibuka lebar-lebar bagi kaum beriman (DV 22). Konsili juga mengajak seluruh umat beriman untuk tekun membaca Kitab Suci. Untuk maksud itu, yang harus dibuat pertama-tama adalah menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa setempat, dalam hal ini Bahasa Indonesia. Sebelum konsili menganjurkan ini, sebenarnya Gereja Katolik Indonesia telah selesai menerjemahkan seluruh Kitab Suci, baik Perjanjian Lama (PL) maupun Perjanjian Baru (PB).
Meskipun Kitab Suci telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, namun umat Katolik Indonesia belum mengenalnya dan belum mulai membacanya. Karena itu, Lembaga Biblika Indonesia (LBI), yang merupakan Lembaga dari KWI untuk kerasulan Kitab Suci, mengadakan sejumlah usaha untuk memperkenalkan Kitab Suci kepada umat dan sekaligus mengajak umat untuk mulai membaca Kitab Suci. Hal ini dilakukan antara lain dengan mengemukakan gagasan sekaligus mengambil prakarsa untuk mengadakan Hari Minggu Kitab Suci secara nasional. LBI mengusulkan dan mendorong agar keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki seluruh Indonesia mengadakan ibadat khusus dan kegiatan-kegiatan sekitar Kitab Suci pada Hari Minggu tertentu.
LBI telah dua kali mencobanya. Pada tahun 1975 dalam rangka menyambut terbitnya Alkitab lengkap ekumenis, LBI menyarankan agar setiap paroki mengadakan Misa Syukur pada bulan Agustus. Bahan-bahan liturgi dan saran-saran kegiatan yang dapat dilakukan beberapa bulan sebelumnya dikirimkan ke keuskupan-keuskupan. Percobaan kedua dilakukan pada tahun 1976. Akhir Mei 1976 dikirimkan bahan-bahan langsung kepada pastor-pastor paroki untuk Hari Minggu Kitab Suci (HMKS) tanggal 24/25 Juli 1976, ditambah lampiran contoh pendalaman, leaflet, tawaran bahan diskusi, dan lain-lain.
Walaupun dua kali percobaan itu tidak menghasilkan buah melimpah seperti yang diharapkan, LBI toh meyakini bahwa HMKS harus diteruskan dan diusahakan, dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mendekatkan dan memperkenalkan umat dengan sabda Allah. Kitab Suci juga diperuntukkan bagi umat biasa, tidak hanya untuk kelompok tertentu dalam Gereja. Mereka dipersilahkan melihatnya dari dekat, mengenalnya lebih akrab sebagai sumber dari kehidupan iman mereka.
2. Untuk mendorong agar umat memiliki dan menggunakannya. Melihat dan mengagumi saja belum cukup. Umat perlu didorong untuk memilikinya paling sedikit setiap keluarga mempunyai satu kitab suci di rumahnya. Dengan demikian, umat dapat membacanya sendiri untuk memperdalam iman kepercayaannya sendiri.
Dalam sidang MAWI 1977 para uskup menetapkan agar satu Hari Minggu tertentu dalam tahun gerejani ditetapkan sebagai Hari Minggu Kitab Suci Nasional. Hari Minggu yang dimaksudkan adalah Hari Minggu Pertama September. Dalam perkembangan selanjutnya keinginan umat untuk membaca dan mendalami Kitab Suci semakin berkembang. Satu Minggu dirasa tidak cukup lagi untuk mengadakan kegiatan-kegiatan seputar Kitab Suci. Maka, kegiatan-kegiatan ini berlangsung sepanjang Bulan September dan bulan ke-9 ini sampai sekarang menjadi Bulan Kitab Suci Nasional.
Betapa Agung nama-Mu, ya Tuhan (Mzm 8)
Bulan Kitab Suci Keuskupan Agung Semarang (BKS KAS) tahun 2010 ini mengambil tema syukur yang didasarkan pada kitab Mazmur: "Betapa Agung Nama-Mu, Ya Tuhan" (Mazmur 8). Tema syukur diangkat, karena pada tahun ini, titik fokus pastoral keuskupan adalah syukur berbagi berkat. Komisi Kitab Suci KAS mencoba ambil bagian dalam inspirasi iman yang penuh syukur, dengan belajar mengungkapkan rasa syukur kepada Allah bersama dengan pemazmur, yang ditulis dalam kitab mazmur.
Kitab Mazmur adalah kitab doa bangsa Israel. Dengan mendalami mazmur, kita bersama-sama mempelajari bagaimana umat Israel pada waktu itu mengungkapkan imannya dalam doa. Doa mazmur juga dikenal baik oleh Yesus, bahkan Dia juga sering mengutip mazmur dalam pengajaran-Nya. Bila kita membaca kitab mazmur, maka kita juga sedang membaca sharing penulis mazmur tentang pergulatan imannya. Ungkapan doa mazmur bukan sekedar ungkapan yang lugas, tetapi disusun sebagai sebuah karya seni iman yang memanfaatkan keindahan bunyi, keindahan kata-kata, ritme, kiasan, dan perlambangan.
Maka marilah kita membaca sebuah mazmur pujian dari Mazmur 8:
8:2 Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan.
8:3 Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam.
8:4 Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan:
8:5 apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?
8:6 Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.
8:7 Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:
8:8 kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang;
8:9 burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan
8:10 Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!
Mazmur 8 ini memperlihatkan Tuhan Allah terus berkarya di tengah umat manusia. Karya Allah sungguh mengagumkan. Dia menunjukkan karya-Nya yang mengagumkan lewat peristiwa-peristiwa yang sederhana sampai pada peristiwa-peristiwa yang dahsyat. Dia berkarya lewat orang-orang kecil sederhana, lewat anak-anak, rakyat jelata, maupun lewat orang-orang yang berkedudukan tinggi dan mempunyai pengaruh. Bahkan Allah juga menunjukkan karya yang mengagumkan lewat ciptaan-ciptaan lain, misalnya: keindahan alam, kehidupan binatang, tumbuh-tumbuhan, tata surya yang luar biasa, ciptaan di dasar lautan atau rimba raya, kekayaan di bawah bumi. Diantara semua ciptaan itu, Tuhan Allah membuat manusia menjadi ciptaan tertinggi, hampir serupa dengan Allah. Keunggulan manusia ada pada daya pikirnya dan daya rohnya. Dengan dua daya itu manusia lebih mampu mengenal Allah dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Manusia juga diberi anugerah untuk menciptakan, berkreasi menata dunia, menguasai alam, memperbaiki ciptaan dengan kemajuan teknologinya. Maka marilah kita syukuri itu semua sebagai anugerah Allah sekaligus juga sebagai tanggung jawab yang harus dipikul oleh umat Katolik dengan penuh perjuangan.
Demikianlah contoh permenungan dari mazmur 8 sebagai mazmur syukur yang merupakan tema BKSN 2010 di Keuskupan Agung Semarang. Semoga pertemuan-pertemuan yang kita adakan di lingkungan selama bulan Kitab Suci ini membantu kita untuk semakin mencintai Kitab Suci, membukanya, mempelajarinya, meresapkan isinya dan mewujudkan ajarannya dalam tindakan nyata. Khusus untuk pendalaman mazmur, semoga kehidupan doa kita diperkaya setelah membaca dan mempelajari mazmur. Selamat merenung….(sumber : hasil pengolahan pembekalan Kitab Suci Kevikepan Surakarta).
Ulang Tahun Radio Metta ke-7
“Dalam peziarahan kehidupan seringkali kita kurang setia menjalaninya. Maka dalam peziarahan itu kita membutuhkan teman sebab teman itu selalu mengingatkan bila kita tidak setia. Apakah radio Metta dapat menjadi teman bagi setiap orang beriman?” Demikian sebuah pertanyaan refleksi Rm. Pius Riana Prapdi, Pr (Administrator Diosesan KAS) kepada para penyiar radio Metta yang merayakan ulang tahun radio tersebut yang ke-7. Peringatan ulang tahun ke-7 Radio Metta (14/7/10) tersebut dirayakan dalam Misa Konselebrasi yang dipimpin Rm. Pius Riana Prapdi, Pr bersama Rm. Ign Djono Wasono, Pr dan Rm. Andre Sugijopranoto, SJ. Dalam homilinya, Rm. Pius berharap memasuki usianya yang ke-7 Radio Metta telah menjadi penyegar/petunjuk takkala umat memiliki banyak beban di pundak, sehingga radio tersebut dapat menjadi teman peziarahan bagi umat beriman menuju keselamatan. Kalau sekarang ini di jalan banyak restoran yang menyajikan makanan fisik, manakah makanan rohani yang bisa menyejukkan? Pernahkah kita membayangkan vitamin-vitamin hidup rohaniku? Adakah restoran yang menyiapkan? Sering umat beriman kurang memperhatikan menu rohani, maka Radio Metta menawarkan menu rohani itu. Peziarahan yang panjang dalam kehidupan ini memerlukan enegi rohani disamping menu jasmani agar kita kuat dan bisa sampai pada keselamatan, lanjut Rm. Pius. Dalam akhir homilinya, Rm. Pius mengharapkan dalam usianya yang ke-7 Radio Metta menjadi pencerahan iman bagi umat khususnya di wilayah Surakarta dan sekitarnya. Visi yang ditawarkan dan motto yang mau dikembangkan menjadi pencerahan bagi setiap umat beriman sehingga umat dapat tetap setia dalam menjalani peziarahan hidup.
Ajaran Sosial Gereja
Pengantar
Gereja di Keuskupan Agung Semarang dalam bulan Agustus 2010 akan membahas tentang Ajaran Sosial Gereja (ASG). Apa itu ASG?
Selamat menyimak...
Arti kemiskinan
Gereja Katolik selalu menyebut kemiskinan sebagai kemiskinan struktural. Artinya, orang miskin bukan miskin karena nasib, takdir atau kemalasan, tapi karena proses pemiskinan yang dilakukan oleh negara. Orang miskin kehilangan akses sosial, politik dan ekonomi karena hak-haknya direnggut oleh negara. Seluruh daya, karsa dan cipta orang miskin seketika mati saat akses-akses itu tertutup. Tujuan didirikannya sebuah bangsa adalah untuk kesejahteraan warganya, maka segala peraturan, keputusan dan kebijakan penguasa haruslah berdampak pada semua lapisan masyarakat secara adil.
Soal pendidikan, misalnya, negara harus membuat peraturan dan kebijakan yang adil dan merata agar setiap warga negara memperoleh kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan. Seperti tertulis dalam UUD'45, negara wajib menyediakan pendidikan dan pekerjaan yang layak bagi warga negaranya. Tidak seperti sekarang, biaya pendidikan mahal sehingga orang miskin semakin sulit mengangkat derajat hidupnya karena berpendidikan rendah. Di negara maju atau yang biasa disebut negara kesejahteraan (welfare state), ada dana sosial yang disediakan untuk mensubsidi biaya kesehatan, pendidikan dan jaminan pensiun bagi warga negaranya. Di Indonesia, 60% APBN setiap tahun habis untuk membayar bunga utang luar negeri saja. Subsidi kebutuhan bagi orang miskin (BBM, listrik) dicabut oleh negara demi mencukupi pembayaran utang. Anggaran untuk pembayaran utang sebesar 2,8 kali anggaran pendidikan, 10,6 kali anggaran kesehatan, 32,7 kali anggaran perumahan dan fasilitas umum, 119,8 kali anggaran tenaga kerja, dan 27,7 kali anggaran lingkungan hidup.
Inilah yang disebut kemiskinan struktural yaitu saat negara menyebabkan warganya menjadi semakin miskin. Kemiskinan struktural ini sudah lama diserukan oleh Gereja Katolik lewat ensiklik-ensiklik yang biasa disebut Ajaran Sosial Gereja (ASG). Sayangnya, ASG tidak populer di kalangan umat meski ajaran-ajarannya selalu berlaku universal alias kontekstual dengan jaman sekarang.
Latar Belakang Munculnya Ajaran Sosial Gereja
Ajaran Sosial Gereja dalam dunia modern berawal pada tahun 1891, ketika Paus Leo XIII dalam ensikliknya Rerum Novarum dengan tegas menentang kondisi-kondisi yang tidak manusiawi yang menjadi situasi buruh dalam masyarakat industri. Dalam ensiklik itu Paus menyatakan 3 faktor kunci yang mendasari kehidupan ekonomi, yaitu buruh, modal dan negara. Paus juga menunjukkan keterkaitan ketiga hal itu sebagai masalah pokok Ajaran Sosial Gereja. Karena prinsip-prinsip yang dikemukakan adalah petunjuk-petunjuk untuk menciptakan masyarakat yang adil, dokumen itu terkenal sebagai “Magna Charta” untuk membangun kembali tatanan ekonomi dan sosial.
Ajaran Sosial Gereja muncul mulai dari perhatian pada hak-hak pekerja dalam ensiklik Rerum Novarum, selanjutnya meluas pusat perhatiannya pada masalah-masalah perkembangan dan keadilan ekonomis antar bangsa, teknologi dan perlombaan senjata, makin melebarnya jurang antara kaum kaya dan kaum miskin dan kritik terhadap komunisme maupun kapitalisme. Dan inti dari Ajaran Sosial Gereja dan pendasaran sikap pro-life adalah keyakinan yang mendalam tentang nilai luhur setiap manusia yang diciptakan menurut citra Allah (GS 12). Maka perlu sekali Ajaran Sosial Gereja dikenal oleh setiap orang Katolik.
Siapa Orang Miskin dalam Kitab Suci
Banyak gambar mengenai orang miskin dan kemiskinan tampil dalam Kitab Suci. Sangat mencolok dalam Kitab Suci Perjanjian Lama gambar orang miskin dalam hubungannya dengan Allah. Allah memperhatikan, melindungi, dan membela orang miskin dan malang. Allah berbelas kasih terhadap orang-orang miskin, orang lemah, anak yatim piatu, para janda dan pengungsi. Kepada Allah semacam itu orang-orang miskin menaruh harapan. Dalam Injil sangat mencolok hubungan orang-orang miskin dengan Yesus. Kaum miskin yang dihadapi Yesus adalah orang-orang miskin secara fisik, ekonomis, sosial, politis dan religius. Mereka berdiri dalam barisan terdepan, sebagai alamat yang dituju oleh kabar gembira Yesus. Bangsa Yahudi pada zaman Yesus merupakan bangsa yang dijajah dan ditindas oleh penjajah Roma. Penderitaan rakyat miskin juga dialami dalam bentuk banyak penyakit. Yesus dekat dengan orang-orang sakit, dengan kaum marginal yang tidak diikutsertakan dan tidak mempunyai suara dalam kehidupan politis. Mereka adalah miskin dalam arti sesungguhnya, yakni fisik material, dan karena itu juga secara sosial tersingkir. Termasuk yang secara sosial miskin adalah mereka yang dijauhi dan disingkirkan dari pergaulan masyarakat, karena mereka dianggap pendosa. Kepada orang-orang berdosa Yesus tidak membawa pengadilan, melainkan pengampunan. Yesus dekat dengan mereka yang mengalami kemiskinan religius. Melalui Yesus dan dalam diri Yesus, orang-orang miskin dan menderita mengalami tanda-tanda datangnya Kerajaan Allah, yakni bahwa Allah sedang hadir dan bertindak, sedang memperlihatkan kuasa dan kasih yang menyelamatkan mereka. “Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Luk. 7:22).
Mendahulukan Kaum Miskin
Dalam perumpamaan mengenai orang Samaria yang baik hati (Luk. 10: 25-37) tampak jelas sekali, bahwa mendahulukan orang tak berdaya tanpa pertolongan adalah wujud cinta kepada sesama. Pertanyaan seorang ahli Taurat “siapakah sesamaku manusia” dijawab oleh Yesus, siapakah sesama bagi orang yang jatuh ke tangan penyamun, dirampok habis-habisan, dipukuli dan ditinggalkan setengah mati itu. Bukanlah seorang imam dan seorang Levi yang dianggap suci oleh masyarakat. Melainkan orang Samaria, yang dianggap kafir, yang menunjukkan belas kasih. Mencintai sesama berarti menjadi sesama bagi orang yang setengah mati, tak berdaya, tanpa pertolongan. Mendahulukan orang miskin tidak lain adalah wujud mencintai sesama sebagaimana Yesus mencintai sesamanya.
Pilihan mendahulukan orang miskin bukanlah pilihan mengecualikan orang kaya dari rencana penyelamatan Allah. Pilihan mendahulukan orang miskin adalah sikap dan tindakan mengikuti Yesus yang memaklumkan Kerajaan Allah. Pemakluman itu merupakan suatu undangan untuk siapa saja, agar terjadi persaudaraan di antara semua orang, di mana jurang antara yang kaya dan miskin terjembatani, di mana tidak ada lagi pemeras dan yang diperas, penindas dan yang ditindas, di mana semua orang “makan bersama”. Orang kaya dapat bergembira dan berbahagia menemukan solidaritas Allah sendiri dalam solidaritasnya dengan kaum miskin.
Dengan demikian kita dapat mengerti mengapa Allah melalui Yesus memilih dan mendahulukan kaum miskin. Dalam orientasi dan kesetiakawanan terhadap orang miskinlah persaudaraan semua orang dibangun. Pilihan kita mendahulukan kaum miskin berakar pada Allah sendiri, Allah itulah yang memilih dan menyelamatkan, bukan kekayaan, kuat-kuasa dan prestasi manusia. Tidak peduli terhadap kaum miskin dengan demikian berarti tidak peduli terhadap Allah, adalah atheisme praktis. Perjuangan mengatasi kemiskinan merupakan jalan mengikuti rencana Allah melalui Yesus, jalan murid-murid Yesus
Kesaksian Iman Gereja
Ajaran Sosial Gereja memberikan ikhtisar tentang arah utama ajaran Sosial Gereja, yang memperkokoh dasar-dasar pandangan sosial Katolik. Dari ajaran sosial Gereja ini dapat ditemukan hubungan dinamis antara Gereja dan dunia, termasuk di Indonesia. Maka di tengah situasi konkret di Indonesia ini bagaimana mungkin ajaran sosial Gereja dapat diterapkan di bidang sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan sehingga iman menjadi hidup dan melahirkan tindakan kasih di tengah dunia yang sedang berubah.
Sejauh mana pula pentingnya ajaran Sosial Gereja bagi umat beriman dalam mencermati masalah-masalah sosial yang ditemukan? Dan apakah ada kelompok orang beriman yang sedang dan mau mencari ajaran-ajaran sosial di sekitar persoalan-persoalan atau masalah-masalah sosial? Lalu di antara sekian dokumen tentang ajaran sosial Gereja, manakah yang paling berbicara langsung mengenai masalah-masalah sosial yang konkret dan aktual?
Kesimpulan
Kata-kata Paus Paulus VI dalam Syahadat Imannya, mengungkapkan dengan sangat jelas iman terhadap Gereja. Orang tidak dapat menyimpang darinya tanpa menimbulkan kemalangan-kemalangan baru dan bentuk-bentuk baru perbudakan, di samping malapetaka rohani.
"Kami menyatakan iman kami bahwa Kerajaan Tuhan, mulai di dunia ini dalam Gereja Kristus, tidak berasal dari dunia, yang bentuknya sementara, dan bahwa pertumbuhannya tidak boleh dianggap sama dengan kemajuan peradaban, ilmu pengetahuan atau teknologi manusia tapi menampakkan diri dalam semakin memahami kekayaan Kristus yang tak dapat diukur, dalam mempunyai pengharapan yang semakin kokoh terhadap hal-hal abadi, dengan semakin bersemangat menjawab cinta Tuhan, dengan menyebarkan rahmat Tuhan seluas mungkin dan kesucian di antara orang-orang. Oleh cinta kasih yang sama Gereja digerakkan agar supaya terus menerus memperhatikan pula kesejahteraan umat manusia. Dengan tiada henti-hentinya mengingatkan anak-anaknya bahwa mereka tidak punya tempat tinggal abadi di dunia ini, Gereja mendorong mereka untuk juga ikut menyumbang, masing-masing orang sesuai dengan situasi dan sarana yang dimilikinya, untuk kesejahteraan kota duniawi ini, untuk memajukan keadilan, perdamaian dan persaudaraan di antara umat manusia, untuk memperbesar bantuan mereka kepada saudara-saudara mereka, lebih-lebih kaum miskin dan orang yang paling menderita. Keprihatinan Gereja yakni mempelai Kristus, yang mendalam terhadap kebutuhan-kebutuhan umat manusia, kegembiraan dan harapan mereka, penderitaan dan perjuangan mereka, tidak lain merupakan ungkapan keinginan yang besar untuk hadir bersama mereka guna menyinari mereka dengan cahaya Kristus, dan menggabungkan mereka semua pada Dia, Penebus mereka. Namun tidaklah berarti bahwa Gereja menyesuaikan diri dengan hal-hal duniawi, pun pula bahwa Gereja mengendorkan semangatnya, dengan mana Gereja menantikan Tuannya dan Kerajaan yang abadi”. Yesus telah bersabda :"Barangsiapa merawat saudaraku yang paling hina ini...ia telah merawat Aku".
Reflection of DIDACHE
Reflections
Hi, Ursuline’s students, good morning. Have you prayed today? I hope you have. You are really great! I would like to share about DIDAHCHE. What is it?
Didache is Foundational Christian Instruction. A manual for a discipleship process
FOREWORD
“Go out to the whole; proclaim the Gospel to all creation. Whoever believes and is baptized will be saved; whoever does not believe will be condemned” (Mark 16: 15-16 NJB).
All authority in heaven and on earth has been given to me. Go, thefore, make disciples of all nations; baptize them in the name of the Father and of the Son and of the Holy Spirit, and teach them to observe all the commands I gave you. And look, I am with you always; yes to the end of time” (Matthew 28: 18-20 NJB).
The Good News is the Lord Jesus Christ, who is to be proclaimed and presented to all by whatever means as the greatest and unsurpassable-nay, as the only value that really matters in this life. “I consider everything a loss compared to the surpassing greatness of knowing Christ Jesus my Lord, for whose sake I have lost all things. I consider them rubbish, that I may gain Christ and be found in Him” (Philippians 3: 8-9 NIV)
In order to better understand the concept of discipleship, here are some principles:
1. Basis : Word of Jesus and the Disciple’s Obedience.
2. Total Commitment.
3. Fruitfulness.
4. Motivation : Love
5. Mission
This DIDACHE : Foudational Christian Instructional Manual is a follow up of basic evangelization. It will contain several modules of topics that are foundational to Christian discipleship. This is designed to initiate the Christian disciple into an intimacy with the Lord, to lead him to a clearer and deeper understanding of what Christian life is all about.
May this manual of instruction serve this purpose. May the Christian disciple more clearly appreciate the life which he has been called to by our Lord Jesus Christ. May he come to know Jesus Christ more intimately, as he sincerely accepts his invitation: “Come and see” (John 1:39), and daily strive to walk in his footsteps. May he, after a period of intense discipleship, come to a point in his life when he will be able to confidently profess with St. Paul: “Life to me, of course, is Christ” (Philippians 1:21 NJB).
MODULE 1 : WHAT IS EFFECTIVE PRAYER?
Introductory Remarks:
1. Recall the wheel of Christian life, in which prayer is the number one spoke that connects our daily Christian life with the power and direction that our Lord Jesus Christ offers. Prayer is necessary for the Christian to grow in his personal relationship with Christ.
2. Recall the account of the Acts of the Apostles, which tells us how the first believers in Jerusalem remained faithful not only to the Apostolic teaching but also to the prayers.
3. The first module of the DIDACHE series is therefore devoted to lessons on effective prayer, designed for the Christian to go deeper in his personal intimate relationship with the Lord.
Input
1. What can we expect when we pray?
1. God will reveal himself and will answer us when we pray (Jeremiah 29:12-14)
2. When we pray we can expect changes in ourselves (2 Corinthians 3:18)
3. We too can expect changes even in circumstances around us (James 5:17-18)
2. Spiritural basis for effective prayer
1. James 5:16b “Pray for one another to be cured; the heartfelt prayer of someone upright works very powerfully.” A righteous life is a prerequisite for effective prayer.
2. Luke 11:9 “So I say toyou; ask and it will be given to you; search, and you will find; knock, and the door will be opened to you.” Our Lord Jesus Christ himself promises results when we pray.
3. John 15:7 “If you remain in me and my words remain in you, you may ask for whatever you please and you will get it.” Close intimacy with Christ assures us of effectivity in prayer.
4. Mark 11:22-24 and James 1:6-8. Solid faith in God’s almighty power.
5. 1 John 5:14. Asking according to God’s will assures us of results in prayer.
3. Our attitude to God in prayer : humility, sincerity, reverent submission.
4. Purpose of prayer : seeking God, asking for Him, offering to God, receiving from God, listening to God.
5. Results of prayer : power of God manifested, prayers answered, empowering for spiritual battles, forgiveness and healing, changed lives, salvation, others are blassed too.
Reflection (Written)
1. What are the things you want God to change in your life? How do you think God will answer your prayer?
2. What are the things you regularly request of God? Do you think God will answer you? Why?
“Please, write your reflection!”
GOSPA
Gospa adalah sebutan bagi Bunda Maria, “Yang Dikandung Tanpa Noda” bagi penduduk Kroasia. Sebagaimana dalam Kitab Suci dikatakan bahwa Maria adalah Bunda Yesus Kristus, Yang dikandung bukan dari seorang pria melainkan dari Roh Kudus (bdk Mt 1, 18-25). Walaupun Maria tidak sering disebut dalam Injil, ia tampil hanya dalam beberapa peristiwa namun amat penting: Maria, yang ‘penuh rahmat’, diberitahu oleh Malaikat Gabriel bahwa ia dipilih Allah di antara semua wanita untuk melahirkan Allah-Putera ke dalam dunia ini sebagai manusia. Dalam film Gospa dikisahkan enam orang anak kecil yang menyaksikan penampakan Bunda Maria, “Yang Dikandung Tanpa Noda”.
Awalnya tidak ada yang percaya mengenai penampakan Bunda Maria yang disaksikan oleh keenam anak kecil tersebut, termasuk para imam yang berkarya di paroki mereka. Kesaksian ke enam anak kecil itu tersebut tersebar di mana-mana sehingga banyak orang berbondong-bondong datang ingin melihat mukjizat penampakan itu. Akan tetapi banyaknya peziarah yang datang ke tempat itu menjadi masalah tersendiri bagi Gereja karena dianggap “membahayakan” pemerintahan komunis yang berkuasa pada waktu itu. Di sinilah terjadi “benturan” antara Gereja dengan Pemerintah Komunis. Pemerintah komunis takut dengan banyaknya peziarah yang otomatis umat beriman dan beragama datang ke negara Yugoslavia sangat mengancam keberadaan pemerintah komunis yang tidak percaya dengan Tuhan. Lalu tampillah Pastor Jozo Zovko membela ke enam anak kecil itu, walau dia sendiri tidak menyaksikan penampakan tapi Pastor Jozo membela kejujuran anak kecil. Keberanian Pastor Jozo itu harus dibayar mahal dengan penyiksaan dan kurungan penjara yang dia alami.
Keberanian Jozo Zovko adalah tindakan kenabian (Refleksi)
Dalam pelajaran kali ini, (sebagai bahan paper siswa) saya tidak menyoroti tentang penampakan Bunda Maria, tetapi lebih melihat sikap keberanian Pastor Jozo Zovko yang rela menanggung siksaan daripada membohongi hati nuraninya. Keberanian dan ketegasan Pastor Jozo ini dapat diangkat menjadi teladan bagi setiap orang beriman. Sikap Pastor Jozo adalah bentuk perlawanan tanpa kekerasan terhadap pemerintahan komunis pada waktu itu. Perlawanan Bapa Jozo Zovko terhadap perlakuan buruk yang diterimanya dari pemerintah komunis mengingatkan orang-orang kristiani pada tradisi perlawanan dari nabi-nabi Perjanjian Lama yang selalu muncul setiap kali masyarakat mengalami kemerosotan moral-religius-sosial, politis, budaya, dll. Para nabi itu muncul bukan karena mereka ‘ingin merebut kekuasaan, melainkan karena berdasarkan imannya merasa terpanggil untuk membuka mata terhadap perlakuan yang tidak adil. Iman para nabi itu tentu iman kepada Allah. Sehingga dapat dikatakan bahwa para nabi diutus oleh Allah sendiri dalam mengatasi situasi ‘kacau’ saat itu. Jadi para nabi itu memperoleh rahmat khusus dari Allah lalu secara bebas menanggapi rahmat tersebut secara benar lewat pergulatan hidup mereka dengan Allah sehingga merasa terpanggil untuk hadir saat itu dalam melepaskan umat Allah dari belenggu penindasan. Bentuk ketidakadilan dan terutama tradisi perlawanan telah ada di dalam umat Perjanjian Lama lewat kehadiran para nabi itu. Hal ini pun menunjukkan bahwa Allah tidak menghendaki bentuk penindasan atas diri manusia, buktinya dengan mengutus para nabi. Tradisi itu tetap berlangsung dalam masa Perjanjian Baru, yaitu kritik Yesus terhadap para pemimpin agama Yahudi. Jadi tradisi perlawanan sebagai tanda tidak setuju terhadap bentuk ketidakadilan misalnya, tidak hanya dilakukan oleh manusia tetapi juga oleh Allah walaupun tentu saja bentuknya berbeda-beda.
Refleksi dari peristiwa Bapa Jozo Zovko adalah kita harus semakin kritis melihat adanya suatu ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat dan semakin berani melawan keadaan itu dalam menegakkan keadilan dan kebenaran sehingga pada akhirnya tradisi tersebut terus terpelihara, demi perkembangan dan keutuhan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling luhur.
Bagaimana Dengan Kita? (Refleksi terhadap situasi di Indonesia)
Kehidupan masyarakat kita masih kental dengan nuansa keagamaan, namun sering terjadi kesalahan dalam memahami agama dan kepercayaan serta imannya. Banyak orang bersikap eksklusif terhadap agamanya masing-masing. Kenyataan yang terjadi adalah munculnya semangat komunalisme, yakni semangat memutlakkan kebenaran agama dan menyalahkan bahkan memusuhi agama orang lain. Selain itu, banyak terjadi bahwa agama serta iman digalang menjadi kekuatan politik untuk menguasai, menekan, mendiskriminasikan, menghambat perkembangan bahkan melenyapkan agama serta iman yang berbeda. Hal seperti ini tentu tidak menciptakan keharmonisan dan kebahagiaan bersama. Padahal yang diharapkan dan dicita-citakan adalah semua umat beragama sebagai umat beriman, seharusnya hidup berdampingan, saling menghormati, dan saling menghargai. Sebagaimana yang diyakini orang yang beriman inklusif bahwa ajaran agama yang ada dalam Kitab Suci selalu dipahami sebagai ajaran yang mengajak orang untuk hidup rukun dan damai. Sebenarnya, iman itu berfungsi untuk membangun orang untuk semakin berkualitas hidupnya, sehingga dapat menciptakan kerukunan dan kedamaian. Banyak tokoh telah memperjuangkan kerukunan dan perdamaian ini, dengan segala pengorbanan dan resiko yang harus dipikulnya, misalnya Paus Yohanes Paulus II (alm.), yang diakui dunia sebagai pejuang perdamaian bagi semua manusia, Ibu Teresa (alm.) yang mendapatkan penghargaan karena perjuangannya mengangkat martabat kaum miskin di India, Romo Mangun Wijaya (alm.), yang dikenal sebagai pembela kaum miskin, lemah, dan tersingkir; ataupun Romo Van Lith (alm.) yang terkenal memperjuangkan kaum pribumi untuk setara dengan bangsa Belanda yang merupakan bangsanya sendiri sehingga dia dikenal sebagai orang londo yang berjiwa pribumi, dan tentu saja masih banyak tokoh-tokoh lain. Akhirnya seperti Pastor Jozo Zovko yang juga dapat disebut pejuang kemanusiaan tetap teguh terhadap pendiriannya dalam membela sebuah kebenaran walau itu harus dilalui dengan penderitaan, penyiksaan selama di penjara, bahkan kalau perlu sampai kematian. Itulah inti iman seorang murid Kristus.
Iman biasanya DIPUJI dalam kata-kata
DIMULIAKAN dalam tulisan, tapi
DIKHIANATI dalam perbuatan!
Catatan : Para siswa silahkan memberikan tanggapan dan menulis di buku tugas religiositas!
Bulan Katekese Liturgi 2010
KATA PENGANTAR
Pada setiap bulan Mei kita, umat beriman Keuskupan Agung Semarang, selain menghormati Bunda Maria secara khusus, juga mengadakan Bulan Katekese Liturgi (BKL). Tradisi Bulan Katekese Liturgi di KAS ini sudah diadakan secara teratur sejak tahun 1999.
Tema Bulan Katekese Liturgi di Keuskupan Agung Semarang pada tahun 2010 ini adalah SYUKUR ATAS KETERLIBATAN UMAT DALAM EKARISTI. Tema ini dipilih karena kita semua menyadari bahwa melalui Arah Dasar KAS 2006-2010 keterlibatan umat, baik dari anak, remaja, kaum muda maupun dewasa, laki-laki dan perempuan, dalam hidup menggereja semakin tampak dan berkembang. Begitu pula keterlibatan umat dalam berliturgi, secara khusus dalam Ekaristi juga semakin bergairah. Untuk mensyukuri hal ini dan sekaligus untuk mendorong semakin giatnya keterlibatan umat dalam Ekaristi itulah, Bulan Katekese Liturgi tahun 2010 ini diselenggarakan.
Bulan Katekese Liturgi berlangsung dari tanggal 1 hingga 31 Mei 2010. Meskipun begitu ada banyak paroki yang menggunakan bulan Oktober untuk melanjutkan renungan sebagaimana disediakan dalam buku ini. Praktek seperti ini tentu didukung dengan sepenuh hati. Bahkan bisa saja paroki-paroki mengutip renungan di sini untuk dituliskan pada lembaran teks misa mingguan. Mengenai urutan tema tim liturgi paroki dipersilahkan menentukan sendiri.
Renungan harian yang ditawarkan di sini merupakan bahan renungan yang bisa dibaca secara pribadi atau dibacakan dalam acara doa bersama, khususnya doa rosario keluarga atau lingkungan. Renungan disusun oleh Tim Liturgi KAS. Renungan Harian Bulan Maria, Yogyakarta: Kanisius, 2010, yakni buku renungan BKL tahun 2010.
TENTANG EKARISTI
SEKITAR SEJARAH DAN TEOLOGI
ISTILAH
1. Istilah Perayaan Ekaristi dan Misa Kudus boleh sama-sama digunakan. Istilah Perayaan Ekaristi menunjuk apa yang dirayakan, yaitu syukur Gereja atas misteri penebusan Tuhan; Misa Kudus menunjuk segi perutusan kita di tengah dunia.
2. Kata Ekaristi berasal dari bahasaYunani eucharistia yang berarti puji-syukur. Kata Yunani eucharistia ini bersama kata Yunani eulogia (=juga pujian syukur) digunakan untuk menerjemahkan kata Ibrani berakhah, yakni doa berkat dalam Perjamuan Yahudi.
Penetapan Ekaristi
3. Gereja merayakan Ekaristi bukan karena keinginan Paus, Uskup, atau para Imam, tetapi karena memang diperintahkan oleh Tuhan Yesus pada Perjamuan Malam Terakhir: "Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku" (Luk 22:19; 1 Kor 11:24).
4. Ekaristi ditetapkan oleh Tuhan Yesus Kristus pada Perjamuan Malam Terakhir. Tetapi, Perjamuan Malam Terakhir sendiri bukan Perayaan Ekaristi Gereja yang pertama. Ekaristi Gereja merayakan wafat dan kebangkitan Tuhan, padahal saat Perjamuan Malam Terakhir Tuhan Yesus belum wafat dan bangkit.
Bentuk Misa dalam Sejarah Gereja
5. Sejak Gereja abad-abad pertama, bentuk dasar Perayaan Ekaristi tersusun atas Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Kepastian bentuk ini dibuktikan pada kesaksian Santo Yustinus Martir pada pertengahan abad II.
6. Pada abad IV-VI ditambahkan banyak ritus pada bentuk dasar Perayaan Ekaristi tersebut, sehingga Perayaan Ekaristi memperoleh bentuknya yang lengkap sebagaimana dikenal dalam Misa Trente dan kemudian diperbarui dalam Missale Romanum 1970 yang darinya TPE baru kita berasal.
Bahasa Latin dan Misa Pribadi
7. Bahasa Latin mulai digunakan di Gereja Barat sejak abad III; dan pada abad IV, Paus Damasus (th 380) memberlakukan bahasa Latin sebagai bahasa liturgi.
8. Baru pada Konsili Vatikan II (th 1962-1964) penggunaan bahasa pribumi sebagai bahasa liturgi diizinkan.
9. Misa Pribadi oleh seorang imam, yang biasanya hanya dilayani oleh seorang misdinar, biasa dilaksanakan sejak Abad Pertengahan karena adanya ujud-ujud Misa dan kebiasaan biara-biara monastik.
10. Misa Pribadi itu tetap merupakan Perayaan Ekaristi yang sah dan boleh karena hakikatnya tetap perayaan seluruh Gereja. Yang berbeda dari Misa-Misa yang dihadiri umat adalah bentuknya. Misa Pribadi dirayakan dalam bentuk sederhana dan tidak dihadiri umat.
Elevasi dan Komuni Mata
11. Kebiasaan imam mengangkat Hosti Suci sesudah kata-kata institusi atau konsekrasi (disebut elevasi) dimaksudkan agar dapat dipandang umat. Praktek ini terjadi sejak abad XIII. Sementara praktek pengangkatan piala sesudah kata-kata konsekrasi baru pada abad XVI.
12. Memandang Ekaristi yang diangkat atau ditakhtakan dalam Adorasi Ekaristi sering juga disebut Komuni Mata atau Komuni Batin. Komuni mata atau komuni batin ini menemukan puncaknya dalam penerimaan komuni Tubuh (dan Darah) Kristus saat Misa Kudus.
Realis Praesentia
13. Dalam teologi, istilah realis praesentia menunjuk kehadiran Tuhan Yesus Kristus yang real dan nyata dalam Ekaristi, yakni dalam rupa roti dan anggur.
14. Perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus disebut Transsubstantiatio; Istilah ini diajarkan secara resmi pertama kali oleh Konsili Lateran IV tahun 1215
Ajaran Konsili tentang Komuni Dua Rupa
15. Konsili Konstanz (th 1415) menolak ajaran Yohanes Hus yang menuntut komuni dua rupa sebagai keharusan mutlak dalam Misa. Gereja mengajarkan bahwa komuni yang hanya dengan satu rupa juga tetap sah karena Kristus hadir dalam setiap rupa roti ataupun anggur.
16. Konsili Trente (th 1551) mengajarkan bahwa seluruh Kristus (Christus totus) ada dalam setiap rupa dan dalam setiap bagian dari setiap rupa. Dengan demikian, pada komuni dalam bentuk apa pun, entah dua rupa atau satu rupa, dalam jumlah banyak atau potongan kecil, kita tetap menerima Kristus yang satu dan sama, seluruhnya dan seutuhnya.
Selamat Belajar...
Salam SERVIAM...
Keakraban Sejati
Hubungan manusiawi dengan mudah berkembang menjadi posesif.
Kita begitu ingin dicintai,
sehingga kita cenderung untuk menggantungkan diri
pada orang yang mencintai, meneguhkan, mendukung dan bersahabat dengan kita.
Sekali kita merasakan sedikit cinta,
kita mengharapkan cinta yang lebih banyak.
Inilah sebabnya dua orang yang saling mencintai seringkali bertengkar satu sama lain.
Orang yang saling mencintai cekcok
karena masing-masing menginginkan sesuatu yang lebih
daripada yang dapat dan mau saling mereka berikan.
Memang amat sulit mempertahankan cinta
agar tidak menjadi posesif
karena hati manusia merindukan kasih yang sempurna
Padahal,
tidak ada seorang manusiapun yang dapat memberikan kasih sempurna itu.
Oleh karena itu,
seni mencintai mencakup kemampuan untuk saling memberikan ruang pribadi.
Kalau kita mulai saling memasuki ruangan kita masing-masing
dan tidak membiarkan pribadi lain menjadi pribadi yang bebas
kita mendatangkan kesulitan besar dalam hubungan kita.
Akan tetapi ,
kalau kita saling memberikan ruangan
dimana kita dapat bergerak
dan berbagi kehidupan
keakraban yang sejati menjadi mungkin.
dikutip dari Henri JM Nouwen
Bread for the Journey : A Daybook of Wisdom and Faith
Bekal Peziarahan Hidup : Buku Harian tentang Hikmat dan Iman